relationship marketing
strategi hubungan produsen dengan konsumen
RELATIONSHIP MARKETING: PENDEKATAN TEORI, KONSEP DAN IMPLEMENTASI
I PENDAHULUAN
Perubahan dalam dunia usaha yang semakin cepat ditunjukkan oleh Kotler (2000) dalam aspek, yaitu dunia yang semakin mengglobal, kemajuan teknologi. Aspek-aspek tersebut semakin mendorong terjadinya perubahan dalam diri konsumen. Untuk dapat sampai ke kepuasan konsumen, maka perusahaan perlu merespon fenomena diatas. Sehingga bermunculan konsep-konsep bisnis baru, diantaranya Reengineering,E-Commerce, dan sebagainya (Kotler,2000). Demikian pula dalam bidang pemasaran juga bermunculan filosofi, konsep dan teknik baru, diantaranya relationship marketing, (Kotler,2000)
PENDEKATAN TEORI DALAM RELATIONSHIP MARKETING
Peterson (1995) mengemukakan bahwa relationship merupakan suatu hubungan antara dua entitas yang memberikan manfaat bagi masing-masing pihak. Dari pengertian dasar tersebut muncul terminologi relationship marketing sebagai pergeseran dari terminologi sebelumnya, transaction marketing. Terdapat beberapa pendekatan teori yang digunakan sebagai dasar dari paradigma tersebut.
The Political Economy Paradigm (PEP)
Teori ini menggambarkan suatu sistem sosial yang terdiri dari kekuatan ekonomi dan sosial politik yang mempengaruhi perilaku dan kinerja hubungan dari dua pihak/organisasi (Stern dan Reve,1980). Dengan menekankan kompleksitas interaksi antara dimensi kekuatan internal dan eksternal, PEP menyarankan faktor ekonomi dan politik yang paling relevan untuk mempelajari fenomena dalam hubungan dua pihak. Faktor-faktor tersebut meliputi 1) Internal Economy (kekuatan ekonomi dalam hubungan seperti bentuk transaksi, mekanisme keputusan yang digunakan, pola perdagangan); 2) Internal Politics (kekuatan sosial politik dalam hubungan seperti keseimbangan kekuatan, ketergantungan); 3) External Economy (Prospek lingkungan ekonomi dimana hubungan tersebut berada); 4) External Politics (Sistem sosial politik eksternal dimana hubungan tersebut berada).(Stern dan Reve,1980)
. Transaction Cost Theory
Teori ini menggambarkan pengelolaan hubungan berdasarkan mekanisme khusus dalam transaksi ekonomi. Menurut Williamson (1975) dalam Heide (1994) keputusan pengelolaan hubungan sebagai dasar pilihan bisa berdasarkan mekanisme pasar dan hirarki. Hal tersebut mengimplikasikan pengelolaan hubungan melalui struktur kekuasaan. Transaction cost theory secara eksplisit mempertimbangkan implikasi efisiensi dalam mengadopsi mekanisme hubungan. Selanjutnya teori ini menghasilka dimensi, yaitu transaction physic investment Dimensi ini meliputi aset fisik atau manusia yang diberikan sebagai hubungan khusus dan tidak bisa diganti dengan mudah. Alasan mendasar dari Transaction Cost Theory adalah bahwa biaya dihubungkan dengan pemeliharaan, adaptasi dan proses evaluasi dari hubungan. (Heide,1994)
. Resource Dependence Theory
Resource Dependence Theory menggambarkan pengelolaan hubungan antar perusahaan sebagai respon strategis untuk kondisi yang tidak pasti dan adanya ketergantungan (Pfeffer dan 1978 dalam Heide,1994). Terdapat dua permasalahan dalam teori ini. Pertama, kekurangan dalam mencukupi kebutuhan sendiri menciptakan ketergantungan potensial terhadap pihak-pihak yang mempunyai sumber daya. Kedua, teori ini mengawali ketidakpastian pada pengambilan keputusan perusahaan. Arus sumber daya tidak dapat dikendalikan perusahaan dan sumber daya juga tidak dapat diperkiraan dengan tepat. Alasan yang mendasari teori ini adalah perusahaan mengurangi ketidakpastian dan mengelola ketergantungan. Caranya dengan mengembangkan hubungan formal atau semi formal dengan pihak lain.
. Relational Contracting Theory
Macniel (1978) dalam Heide (1994) mengembangkan tipologi formal dari pertukaran discrete exchange. Dicrete exchange sesuai dengan asumsi yang mendasari yaitu teori ekonomi neoclassic menyatakan bahwa transaksi diasumsikan tidak tergantung dengan hubungan di masa lalu maupun masa depan. Hubungan itu hanya sekedar transfer kepemilikan dari produk atau jasa. Sebaliknya pertukaran relational menghitung secara eksplisit konteks historis dan sosial suatu transaksi.
II. KONSEP RELATIONSHIP MARKETING
a. Pengertian
Relationship marketing telah menjadi popular di kalangan akademisi dan praktisi Amerika Serikat sejak tahun 1990-an. Namun di Indonesia konsep ini baru banyak didiskusikan pada akhir tahun 1990-an. Konsep ini merupakan pergeseran dari konsep sebelumnya yang dikenal dengan transaction marketing yang lebih berfokus pada pertukaran. Sementara relationship marketing lebih berfokus pada pembangunan hubungan berdasarkan nilai dan jaringan pemasaran.
Heide (1994) menyatakan transaction marketing sebagai market dalam interorganizational relationship. Transaksi didasarkan atas mekanisme pasar karena kedua belah pihak menyepakati terjadinya harga yang dihasilkan dari tarik menarik antara supply dan demand. Namun hubungan itu bersifat jangka pendek. Sehingga Macniel (1980) dalam Dwyer, Shurr & Oh (1987) mengistilahkan dengan Discrete Transaction. Macniel (1980) menyebutkan bahwa:Terdapat perbedaan perspektif dari relationship marketing (Nevin,1995). Dari perspektif promosional, menekankan bahwa relationship marketing akan mengalihkan promosi dalam target konsumen yang diidentifikasi melalui database konsumen dan pembeli potensial. Pandangan kedua memfokuskan pada konsumen individu dan membangun hubungan yang dekat dengan konsumen. Pandangan ketiga memfokuskan pada pemeliharaan konsumen dengan menggunakan berbagai cara untuk mengikat konsumen termasuk pelayanan paska jual. Keempat, dari persepektif strategis adalah pergeseran peran marketing dari cara membiarkan konsumen menjadi melibatkan konsumen (Nevin,1995)
Meskipun terdapat banyak pendapat dari relationship marketing, namun pada intinya relationship marketing menekankan pengembangan dan pemeliharaan hubungan dengan konsumen dalam jangka panjang. Konsumen disini dapat diartikan lebih luas yaitu pihak yang berhubungan dengan perusahaan, bisa berupa pihak yang membeli atau menjual produk perusahaan (konsumen akhir, distributor, supplier, dan lain-lain)
Pendekatan tipe relationship marketing adalah jangka panjang, sementara transaction marketing lebih berorientasi jangka pendek. Hal tersebut dikarenakan relationship marketing lebih digunakan untuk mendapatkan dan memelihara konsumen. Pemeliharaan konsumen lebih penting karena biayanya lebih kecil dibandingkan biaya untuk mendapatkan konsumen baru.
Relationship marketing membutuhkan aktivitas pemasaran tidak terbatas pada marketing. Efek interactive marketing dari proses produksi dan penghantaran mempunyai efek mendalam ada kecenderungan konsumen untuk membeli lagi. Pertimbangan konsumen atas kualitas secara tipikal berbeda, tergantung dari tipe strategi yang digunakan. Dalam transaction marketing cukup normal jika kualitas output/produk yang dipertimbangkan oleh konsumen. Manfaat yang diperoleh konsumen tertanam dalam technical solution yang disediakan oleh core product. Sementara dalam relationship marketing, perusahaan harus dapat menawarkan proses interaksi yang baik. dampak dari proses interaksi yang baik menunjukkan bagaimana produksi jasa dan proses penghantarannya diterima, tumbuh, dan menjadi dominan..
Sebuah perusahaan yang memakai transaction marketing mempunyai kontak yang terbatas pada konsumen. Ini mengandalkan pada survey customer satifaction dan statistik pangsa pasar untuk mendapatkan perilaku dan kepuasan atas konsumennya. Konsumen dikelola secara tidak langsung melalui sistem yang memperlakukan konsumen dengan angka. Kepuasan konsumen dapat dimonitor oleh pengelolaan konsumen secara langsung. Perusahaan paling tidak mempunyai beberapa jenis pengetahuan bagaimana memuaskan konsumennya. Di samping diukur juga digunakan ukuran dari opini dan reaksi konsumen. Tentu disini akan menghasilkan informasi yang lebih akurat tentang bagaimana membangun kepuasan dan ketidakpuasan. Sebuah perusahaan yang menerapkan strategi relationship marketing seharusnya memonitor kepuasan konsumen secara langsung dengan mengelola database konsumen.
Dalam transaction marketing, dimana aktivitas marketing mix mendominasi hampir semua elemen dari hubungan dan hanya departemen pemasaran yang menjalankan fungsi pemasaran. Interactive marketing menjadi penting untuk mencapai kesuksesan, yang membutuhkan kerja sama yang baik antara fungsi pemasaran dan operasi Sementara untuk menjamin bahwa partime marketer dari fungsi operasi menerima peran pemasaran dibutuhkan keterlibatan fungsi SDM.
Perusahaan membutuhkan peran aktif dan komitmen dari karyawan sehingga dibutuhkan pengembangan pelayanan dan communication skill dalam organisasi. Kebutuhan internal marketing dalam transaction marketing strategy terbatas, sedangkan relationship marketing membutuhkan proses pemasaran yang terus menerus.
b. Value Creation dalam Relationship Marketing
Jutner dan Wehrli (1995) menyebutkan dua tujuan dari relationship marketing adalah (1) mendesain hubungan jangka panjang dengan konsumen untuk meningkatkan value dari dua pihak. (2) memperpanjang dari ide hubungan jangka panjang dengan partner kerjasama secara vertical dan horizontal. Berry dan Parasuraman membangun pendekatan tiga nilai yang digunakan untuk mengembangkan customer satisfaction: (Kotler,2000)
1. Penambahan finacial benefit. Financial benefit yang dapat ditawarkan perusahaan adalah frequency marketing program dan club marketing program. FMP didesain untuk menyediakan reward pada konsumen yang membeli dengn frekuensi tinggi atau jumlah yang yang besar. FMP adalah sebuah penghargaan dari kenyataan bahwa 20 persen dari konsumen perusahaan mungkin menyumbang untuk 80 persen bisnisnya. Beberapa perusahaan telah meciptakan club membership program untuk mengikat konsumen lebih dekat dengan perusahaan. Club member terbuka pada siapa saja yang sering melakukan pembelian produk atau terbatas pada affinity group yang mampu membawa fee kecil. Meskipun merupakan club terbuka lebih baik dibangun data base penghalang pesaing. Keanggotan club yang terbatas lebih kuat membangun loyalitas konsumen dalam jangka panjang.
2. Penambahan social benefit. Perusahaan meningkatkan ikatan sosial mereka dengan konsumen melalui hubungan konsumen yang lebih personal.
3. Penambahan structural ties Perusahan mungkin akan menyediakan konsumen dengan produk yang spesial atau jaringan komputer yang membantu konsumen mengelola pesanannnya, persediaannya,dan lain-lain.
c. Proses Pengembangan Relationship
Relationship terbangun melalui lima fase umum yang diidentifikasi, yaitu awareness, exploration, expansion, commitment dan dissolution (Dwyer, Schurr & Oh, 1987) Masing-masing fase mewakili suatu transisi bagaimana masing-masing pihak menanggapi pihak lain.
Fase 1 Awareness
Awareness menunjuk pada pengakuan pihak A bahwa pihak B layak untuk menjadi partnernya. Interaksi antara masing-masing pihak tidak terjadi dalam fase ini. Terdapat usaha positioning oleh masing-masing pihak untuk meningkatkan daya tarik bagi pihak lain.
Fase 2 Exploration
Exploration menunjuk pada fase pencarian dan percobaan dalam hubungan pertukaran. Dalam fase ini partner akan mempertimbangkan kewajiban, manfaat, beban dan kemungkinan pertukaran. Fase eksplorasi mungkin sangat lama atau memakan periode yang panjang untuk mengevaluasi. Evaluasi mungkin menghasilkan percobaan pembelian, tetapi fase exploratory sangat mudah terputus dalam artian bahwa minimal investasi dan kurang adanya ketergantungan membuat penyelesaian lebih mudah.
Dalam fase ini terdapat lima proses:
1. Attraction, adalah proses inisiasi dari fase ekplorasi. Kedua pihak menerima keunggulan potensial untuk pertukaran.
2. Communication & Bargaining, didefinisikan sebagai proses penyusunan kembali distribusi yang menguntungkan mereka dari kewajiban, manfaat dan beban. Dalam proses ini dua pihak menilai seberapa jauh mereka beradaptasi kepada yang lain
3. Power dan Justice, merupakan kemampuan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Kekuatan pihak A yang melebihi pihak B menyebabkan ketergantungan B terhadap A
4. Norm Development, didefinisikan sebagai pola perilaku yang diharapkan. Dengan demikian dalam proses ini kedua pihak saling berharap atas perilaku.
5. Expectations Development, pengembangan kerjasama dan perencanaan harapan. Trust adalah konsep penting dalam mengerti harapan untuk kerjasama dan perencanaan dalam hubungan.
Fase 3. Expansion
Expansion menunjuk pada peningkatan terus menerus manfaat yang dicapai oleh partner untuk meningkatkan saling ketergantungan. Sub proses yang terjadi dalam fase eksplorasi juga terjadi, namun perbedaannya adalah permulaan kepercayaan dan kepuasan yang terbangun dalam fase ekplorasi meningkat dalam fase ini. Konsekwensinya ketergantungan yang saling menguntungkan meningkat. Frazier (1983) mengemukakan bahwa proses ekpansi sebagai konsekwensi kepuasan masing-masing pihak atas kinerja pihak lain.
Fase 4 Commitment
Menunjuk pada jaminan implisit atau eksplisit dari kelanjutan hubungan antar partner pertukaran. Ada 3 ukuran kriteria dari komitmen:
1. Input, masing-masing pihak menyediakan input tingkat tinggi untuk hubungan tersebut. Misalnya: komunikasi,ekonomis sampai dengan emosional.
2. Durability, dihubungkan dengan waktu durability memelihara bahwa masing-masing pihak dapat melihat manfaat dari pertukaran dan mengantisipasi lingkungan yang akan menghambat kelanjutan efektivitas pertukaran.
3. Concistency, dihubungkan dengan sumber daya yang dilibatkan dalam kelanjutan hubungan.
Fase 5. Dissolution
Penyelesaian dari hubungan mempunyai pengaruh yang cukup besar berupa tekanan terhadap psikologi, emosi dan fisik (Bloom,Asher). Begitu juga dengan hubungan komersial, pengakhiran tersebut dapat dilakukan secara ekplisit ataupun implisit
Perrien, Pardis dan Banting (1995) mengidentifikasi faktor-faktor yang menjelaskan bahwa dissolution harus dipertimbangkan sebagai faktor kunci. Untuk itu dikemukakan langkah-langkah untuk menghindari dissolution. Dengan mengerti faktor disolution, suatu organisasi dapat mengidentifikasi isu-isu yang digunakan untuk mencegahnya. Salah satu argumen adalah infomasi seharusnya menjadi bagian dari proses disebarkan dalam seluruh organisasi. Pertanyaannya kemudian siapa yang seharusnya bertanggungjawab dalam pengumpulan informasi. Orang-orang dalam bagian penjualan seharusnya terlibat dalam proses pengumpulan data. Selain itu menjadi tanggung jawab orang-orang level manajemen kualitas. Elemen kunci yang digunakan untuk mencegah kehilangan partner:
1. Peranan dari orang-orang front liner. Perlu dilakukan training yang menekankan tentang keberadaan konsumen, perusahaan dan pasar.
2. Melihat salesforce sebagai team. Reward seharusnya tidak hanya didasarkan atas penjualan tetapi juga pemeliharaan dan pengembangan relasi jangka panjang dengan konsumen. Kualitas dihubungkan dengan manfaat dari kedua pihak.
3. Informasi. Relationship marketing membutuhkan pengumpulan dan penggunaan informasi yang relevan pada konsumen. Informasi tersebut juga menyediakan indikasi resiko potensial kehilangan konsumen. Ada dua indikasi:
1. Cross selling rate. Pengurangan sejumlah produk atau jasa yang konsumen beli mungkin memberikan tanda-tanda bahwa pesaing atau perusahaan baru akan menyediakan konsumen tersebut.
1. Manajemen. Informasi pada manajemen perusahaan seharusnya mencari informasi tentang karakteristik konsumen, unit pengambilan keputusan, budaya,dsb.
d. Tingkatan dan Tipe dalam Relationship Marketing
Relationship marketing bertujuan untuk membangun loyalitas konsumen, karena konsumen yang loyal akan meningkatkan penghasilan yang berujung pada profitabilitas. Seberapa banyak perusahaan berinvestasi dalam dalam pembangunan relationship marketing sehingga biaya tidak melebihi pendapatan? Proses pengembangan hubungan menyebabkan munculnya beberapa tingkatan dalam relationship marketing yang berpengaruh terhadap tingkat margin yang diperoleh perusahaan. (Kotler,2000).
Basic marketing, penjual menjual produk dengan sederhana. Tahap ini sebenarnya masih termasuk dalam konsep transaction marketing
2. Reactive marketing, penjual menjual produk dan mendorong konsumen untuk menelpon/menghubungi jika ia mempunyai pertanyaan, komentar atau keluhan.
3. Accountable marketing, penjual menelpon konsumen dalam waktu pendek setelah penjualan dan mengecek apakah produk memenuhi harapan. Penjual juga menanyakan saran konsumen untuk perbaikan jasa atau produk dan beberapa kekurangannya. Informasi ini membantu perusahan melakukan perbaikan kinerja secara terus menerus.
4. Proactive marketing, penjual menghubungi konsumen dari waktu ke waktu dengan saran tentang peningkatan penggunaan produk atau membantu produk baru.
5. Partnership marketing Perusahaan bekerja secara terus menerus dengan konsumen untuk menciptakan cara membentuk kinerja yang lebih baik
Kelima tingkatan tersebut tergantung pada sejumlah konsumen dan tingkat profit margin.
Menurut Webster (1992) hubungan dapat berlangsung sebagai satu kesatuan dari murni tranksaksi hingga akhirnya integrasi penuh.
Pergerakan merupakan rangkaian dari pengendalian pasar hingga pengendalian adminitratif dan birokratif . Pertama dari murni transaksi ke transaksi yang berulang-ulang antara pembeli dan penjual. Langkah berikutnya long term relationship yang masih tergantung pada mekanisme pasar. Kemudian menjadi real partnership yang mana masing-masing pihak tergantung dengan yang lain. Harga ditetapkan dengan negosiasi. Langkah berikutnya adalah aliansi yang didefinisikan sebagai bentuk kegiatan baru seperti team pengembangan produk baru, proyek penelitian atau fasilitas manufaktur dimana kedua pihak berkomitmen dalam sumber daya untuk mencapai tujuan bagi keduanya. Joint venture menghasilkan bentuk organisasi baru. Network organizations merupakan struktur perusahaan yang dihasilkan dari berbagai relationship partnership.
III. IMPLEMENTASI
Relationship marketing merupakan konsep yang terbuka artinya dapat diterapkan dalam segala bentuk perusahaan. Namun belum tentu sesuai dalam segala situasi. Relationship marketing lebih cocok diterapkan dalam perusahaan yang mempunyai pelanggan yang memiliki kebutuhan jangka panjang (long time horizon) dan biaya peralihan (switching cost) yang tinggi.
Relationship Marketing dalam Pasar Jasa
Sebenarnya perusahaan jasa sudah selalu berorientasi relationship. Karena inti dari bisnis jasa adalah relationship. Suatu jasa adalah suatu proses dimana konsumen terlibat dalam pembentukannya kadang-kadang dalam waktu panjang atau hanya dalam waktu yang singkat, kadang-kadang teratur atau hanya sesekali. Selalu terdapat kontak antara konsumen dengan perusahaan jasa. Konsumen yang semakin bertambah menyebabkan kontak itu semakin sulit.
Frase relationship marketing dalam perusahan jasa dikemukakan pertama kali oleh Berry pada tahun 1983. Terdapat lima elemen untuk mempratekkkan relationship marketing, yaitu mengembangkan jasa inti untuk mengembangkan hubungan dengan konsumen, memperbesar jasa inti , memberikan harga jasa untuk mendorong loyalitas konsumen, pemasaran untuk karyawan sehingga mereka akan berkinerja baik untuk konsumen.
Relationship marketing dalam perusahaan jasa saat ini banyak dibahas oleh kalangan praktisi dan akademisi. Terdapat beberapa hal yang mendasarinya:
1. Pemasaran jasa mengalami tahap kedewasaan. Peningkatan usaha jasa yang sangat tinggi pada dekade ini memunculkan konsep pemasaran jasa yang sangat banyak. Inti dari pemasaran jasa adalah service quality yang juga mendorong minat dalam relationship marketing. Minat yang luas dalam bidang kualitas jasa menumbuhkan minat dalam relationship marketing.
2. Manfaat untuk perusahaan. Reichheld dan Sasser (1990) telah memperlihatkan berbagai industri jasa yang menghasilkan laba secara bertahap ketika perusahaan dapat menurunkan tingkat kehilangan konsumen. Loyalitas konsumen tidak hanya menghasilkan pendapatan yang lebih tetapi juga biayanya lebih rendah dibandingkan usaha untuk mendapatkan konsumen baru.
Manfaat untuk konsumen. Konsumen juga mendapatkan manfaat dari penerapan relationship marketing. Secara terus menerus atau periodik pelayanan yang diantarkan meningkat secara personal, kualitas bervariasi dan kompleks. Keterlibatan yang tinggi juga menjadi daya tarik bagi konsumen. Jasa perbankan, asuransi, kesehatan mengilutrasikan beberapa karakteristik signifikan-tingkat kepentingan, variabilitas, komplekitas dan keterlibatan yang menyebabkan konsumen berhasrat secara terus menerus dengan penjual yang sama, sikap pelayanan yang proaktif dan penghantaran jasa yang customized.
• Making Promises : External Marketing
Melalui external marketing sebuah organisasi menjanjikan kepada customer apa yang apa diharapkan dan apa yang akan dhantarkan oleh perusahaan. External marketing dapat dilakukan menggunakan promosi/advertising, karyawan, desain atau dekorasi fasilitas, dll.
• Enabling promises : Internal marketing
Agar karyawan dan sistem jasa dapat mengantarkan janji yang telah dibuat mereka harus mempunyai skill, kemampuan, alat dan motivasi. Untuk itu diperlukan training juga reward untuk jasa yang baik
Jasa yang telah dijanjikan harus selalu dijaga. Interactive marketing merupakan moment of truth ketika konsumen berinteraksi dengan organisasi, jasa diproduksi dan dikonsumsi. Sehingga pada saat itu juga karyawan mengevaluasi jasa yang telah dijanjikan
. Relationship Marketing dalam Pasar Industri
Kebanyakan perusahaan dalam pasar industri telah merealisasikan bahwa demi kusuksesan harus ada ikatan dengan supplier, customer dan reseller yang telah diseleksi. Jadi pemikiran manajemen telah maju untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik atas perusahaan mana yang mereka pilih untuk melakukan kolaborasi. Wilson(1995) telah mengemukakan pengertian relationship dalam pasar industri. Dia mengemukakan bahwa ada lima tahap dalam pengembangan relationship marketing. Pada intinya sama dengan yang telah dikemukakan diatas, yaitu partner selection, defining purpose, getting relationship boundaries ,creating relationship value, relationship maintenance.
Heide (1994) mengemukakan tiga tahapan dalam proses hubungan antar organisasi yang dibagi dengan unilateral dan bilateral. Hubungan bilateral merupakan hubungan dua organisasi yang mempunyai tingkat ketergantungan sama, sedangkan hubungan unilateral hubungan antar organisasi dimana satu perusahaan mempunyai kekuatan lebih dibanding pihak lain.
Dalam tahap search/initiation, tidak semua supplier/distributor sesuai sebagai partner. suatu yang digunakan untuk mengkategorikan supplier atau distributor yang dapat menjadi kandidat untuk menjalin hubungan jangka panjang. Skala horizontal adalah sejumlah nilai yang ditambahkan supplier/distributor untuk produk yang dibeli. Skala vertikal adalah tingkat dari resiko yang dihubungkan dengan penggunaan perusahaan dengan supplier/distributor. Resiko operasi menunjuk pada resiko perusahaan karena kegagalan supplier memproduksi produk berkualitas dan waktu penghantaran yang tepat atau kegagalan distributor dalam mengantarkan produk dengan tetap kualitas baik pada konsumen.
Tujuan manfaat utama dari customer -supplier relationship perlu ditingkatkan adalah untuk menambah nilai dan mengurangi resiko dalam pertukaran antar perusahaan. Kalwani dan Narayandas (Wilson,1995) dalam studi dari perusahan kecil menemukan bahwa nilai yang dibangun dalam hubungan jangka panjang diciptakan melalui manajemen biaya yang lebih baik, tidak hanya biaya manufaktur tetapi juga semua aspek dalam operasi perusahaan.Hubungan perusahaan menghasilkan harga yang rendah dari pada penggunaan transactional method sehingga mempertinggi laba. Penciptaan nilai yang tidak dapat dihitung dari aktivitas engineering yang melibatkan teknisi dari semua pihak dalam pendesainan manufaktur, perbaikan teknologi dan lain-lain.
Penerapan di Indonesia
Paradigma relationship marketing pada esensinya memperlakukan konsumen sebagai mitra dalam suatu pertukaran yang saling menguntungkan atau win-win solution. Di Indonesia belum banyak perusahaan yang menerapkan konsep tersebut. Selain karena kesadaran mayoritas konsumen Indonesia juga masih rendah, mereka juga masih sensitif terhadap harga. Sehingga yang masih menonjol adalah konsep transaction marketing. Perusahaan yang telah menerapkan konsep ini diantaranya perusahaan Jamu Sidomuncul, PT Astra International. Sidomuncul membangun hubungan secara tidak langsung dengan konsumennya lewat para penjual jamu dalam bentuk program mudik bersama saat lebaran. Sementara PT Astra Internasional diantaranya menggunakan pelayanan 24 hours service an advice.
IV. IMPLIKASI
Pergerakan dari transaction marketing menuju relationship marketing membutuhkan perubahan yang cukup mendasar dalam semua aspek organisasi. Berikut disampaikan implikasi strategi dan taktik dari penerapan konsep relationship marketing.
a. Strategis
1. Komitmen dari eksekutif perusahaan merupakan faktor yang mendasar dalam keberhasilan penerapan relationship marketing
2. Pendefinisian kembali profit center. Salah satu yang utama walaupun bukan mendasar konsekwensi dari penerapan relationship marketing adalah pandangan bahwa konsumen adalah profit center..
3. Penyeleksian terhadap segmen pasar yang dijadikan sasaran karena tidak semua konsumen mau menjalin hubungan yang intens dengan perusahaan.
4. Kebijakan sumber daya manusia menekankan:
1. Pengendalian dalam perputaran “relationship manager” karena peran tersebut merupakan peran kunci.
2. Proses seleksi dan training yang memfokuskan pada keahlian dan sikap untuk mengerti konsumen dan beradaptasi dengan supplier.
5. Desentralisasi merupakan wewenang yang relevan dalam relationship marketing untuk menyesuaikan dengan tangung jawab manajer relationship sehingga dia mempunyai wewenang lebih untuk menjalankan tugasnya dengan efektif.
6. Kebijakan dan norma internal yang perlu direvisi khususnya dua isu:
1. Penyederhanaan dan pengurangan dalam tugas non relational yang dibutuhkan dari “relationship manager”
2 Koordinasi yang lebih kuat antar fungsi dan department untuk berinteraksi dengan konsumen. Secara ideal “relationship manager” seharusnya memonitor proses koordinasi.